PENGARUH DUNIA TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BIDANG
KEBUDAYAAN
Dunia teknologi
informasi tidak hanya berfokus dalam 1 bidang saja. Tapi itu juga mencakup
dalam banyak bidang, misalnya saja dalam bidang pendidikan, politik,
kedokteran, hiburan dan termasuk kebudayaan. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), merupakan sebuah payung besar
terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknik untuk memproses dan
menyampaikan informasi
dengan baik. Hingga kini TIK masih mengalami perubahan yang semakin canggih dan
seperti tak ada jenuhnya untuk mengeluarkan terobosan terbaru. Kemajuan Teknologi
Informasi memiliki beberapa dampak negatif terhadap berbagai aspek contohnya
dalam bidang budaya, seperti
perubahan budaya akibat kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
sekarang memberikan pengaruh tersendiri pada budaya di Indonesia. Kencangnya
arus informasi menimbulkan kecenderungan yang menuju pada pudarnya nilai untuk
pelestarian budaya.
Sangat disayangkan sekali, karena seiring
dengan majunya teknologi informasi kita malah semakin asing dengan budaya
sendiri. Budaya Indonesia yang
dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat,
misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun
yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari
tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara
ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya
yang meriah.
Saat ini, ketika teknologi semakin maju,
ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat,
bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII).
Padahal jika kita dapat mengenali dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut, dapat menjadi lahan pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan
untuk negara, juga dapat membuat Indonesia makin dikenal oleh negara asing.
Ada hal lain yang menambah pengaruh
globalisasi yaitu apalagi kalau bukan dalam masalah bahasa. Sudah lazim di
Indonesia untuk memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan Bapak, Ibu, dsb.
Tapi sekarang sudah banyak remaja yang makin melupakan adat istiadat tersebut. Ada
anak yang memanggil kasar orang tuanya dengan hanya menyebutkan ‘nama orang
tuanya saja’.
Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya)
dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia
dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan
kata-kata hinaan
dan makian sekalipun yang sering
kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron
bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion .
Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi
norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan
bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang
memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari
film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam
sinetron-sinetron Indonesia juga dengan hadirnya K-Wave yakni gelombang musik Korea
yang memperkenalkan masyarakat Indonesia dengan boyband juga girlband Korea.
Terutama dalam hal berpakaian untuk remaja Indonesia yang sekarang mengikuti
trend girlband Korea yang hanya menggunakan celana pendek atau biasa disebut dengan
hot pants, yang pastinya mengumbar aurat yang semestinya di tutup.
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya
internet, turut serta `menyumbang` dampak untuk kebudayaan. Masuknya budaya barat
(dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah
globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur
(termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan
nilai-nilai ketimuran.
Oleh karena itu Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi
menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah
satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang
merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya
akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
Kita sebagai generasi muda harusnya
melestarikan dan mencintai budaya Indonesia itu sendiri. Ada orang luar negeri
yang menjadi WNI ‘ngoyo-ngoyo’ untuk memperkenalkan budaya Indonesia di kancah
luar negeri. Kenapa kita sebagai masyarakat asli Indonesia tidak? Malah kita
mengagung-agungkan kebudayaan negara lain. Jangan biarkan kemajuan teknologi
menjadi ancaman untuk kehancuran budaya Indonesia.