Disebutkan ada
beberapa tingkatan ”moksa” yang diajarkan dalam ajaran agama Hindu. Ajaran ini
didasarkan pada keadaan ”atma” dalam hubungannya dengan Brahman. Adapun
bagian-bagiannya dapat dijelaskan sebagai berikut ;
1. Jiwamukti.
Jiwamukti
adalah tingkatan moksa ataua kebahagiaan/kebebasan yang dapat dicapai oleh
seseorang semasa hidupnya, dimana atmanya tidak lagi terpengaruh oleh gejolak
indrya dan maya. Istilah ini dapat pula disamakan maksudnya dengan samipya dan sarupya.
2. Widehamukti.
Widehamukti
adalah tingkat kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya,
dimana atmanya telah meninggalkan badan wadagnya (jasadnya), tetapi roh yang
bersangkutan masih kena pengaruh maya yang tipis. Tingkat keberadaan atma pada
dalam posisi ini adalah setara dengan Brahman, namun belum dapat menyatu
dengan-Nya, sebagai akibat dari pengaruh maya yang masih ada. Widehamukti dapat disejajarkan dengan salokya.
3. Purnamukti.
Purnamukti
adalah tingkat kebebasan yang paling sempurna. Pada tingkatan ini posisi atma
seseorang keberadaannya telah menyatu dengan Brahman. Setiap orang akan dapat
mencapai posisi ini, apabila yang bersangkutan sungguh-sungguh dengan kesadaran
dan hati yang suci mau dan mampu melepaskan diri dari keterikatan maya ini.
Istilah Purnamukti dapat disamakan dengan sayujya.
Secara lebih
rinci sesuai uraian di atas tentang keberadaan tingkatan-tingkatan moksa dapat
dijabarkan lagi menjadi beberapa macam tingkatan. Moksa dapat dibedakan menjadi
empat jenis yaitu: Samipya, Sarupya (Sadarmya), Salokya, dan Sayujya. Adapun
penjelasan keempat bagian ini dapat dipaparkan
sebagai berikut ;
1. Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh
seseorang semasa hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi
dan oleh para Maharsi. Beliau dalam melakukan Yoga Samadhi telah dapat
melepaskan unsur-unsur maya, sehingga beliau dapat mendengar wahyu Tuhan. Dalam keadaan yang demikian itu atman
berada sangat dekat dengan Tuhan. Setelah beliau selesai melakukan samadhi,
maka keadaan beliau kembali sebagai biasa, di mana emosi, pikiran, dan organ
jasmaninya aktif kembali.
2. Sarupya (Sadharmya) adalah suatu
kebebasan yang didapat oleh seseorang di dunia ini, karena kelahirannya, di
mana kedudukan Atman merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan, seperti
halnya Sri Rama dan Buddha dan Sri Kresna. Walaupun Atman telah mengambil suatu
perwujudan tertentu, namun ia tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di
dunia ini.
3. Salokya adalah suatu kebebasan yang
dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri telah berada dalam posisi
dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti itu dapat dikatakan
baliau Atman telah mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari
Tuhan itu sendiri.
4. Sayujya
adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi di mana Atman telah dapat bersatu
dengan Tuhan Yang Esa. Dalam keadaan seperti inilah sebutan Brahman Atman
Aikyam yang artinya: Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
Dalam hubungan
untuk mewujudkan suatu kebebasan dalam hidup ini sangat baik kita merenungkan
dan mengamalkan sloka berikut:
Sribhagavan
uvacha: Akasaram brahman paramam svabhavo dhyatmam uchyate,
bhutabhavodbhavakaro visargah karmasamjnitah
(Bhagawadgita VIII. 3. 129).
Artinya ;
Sri Bhagawan
Bersabda: Brahman (Tuhan) adalah yang kekal, yang maha tinggi dan adanya di
dalam tiap-tiap badan perseorangan disebut Adhyatman. Karma adalah nama yang
diberikan kepada kekuatan cipta yang menjadikan makhluk hidup.
Mengenai
kebahagiaan atau kebebasan abadi yang mesti diupayakan dalam hidup dan
kehidupan ini, kitab suci Sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut:
Mātāpitrsahasrāni
putradāra çatani ca, yuge yuge wyatītāni kasya te kasya wā wayam.
Anādi
ketang janma ngaranya, tan kinawruhan tembenya, luput kinalakaran, wilangning
janmāntara, mewwiwut pwa bapanta, ibunta, anakta, rabinta, ring sayugasyuga,
paramārthanya, ndyang enak katepetana sānu lawan ika, ndyang tuduhan anunta (Sarasamuscaya, 35.486)
Artinya;
Tidak diketahui
hubungan penjelmaan manusia itu pada permulaannya, tidak dapat diperkirakan
akan banyaknya penjelmaan yang lain, beribu-ribu bapa, ibu, anak dan istri pada
tiap-tiap yuga; pada hakekatnya, siapakah yang sebenarnya dapat mengatakan
dengan tepat keturunan mereka itu, dan yang mana dapat ditunjuk seketurunan
dengan engkau sendiri ?.
Nāyamatyantasamwāmsah
kadācit kenacit saha, api swena marīrena kimutānyena kenacit.
Tātan
hana teka nitya patemunya ngaranya, ikang patemu ika, ikang tan temu ika, kapwa
tan langgeng ika, patemunta lawan iking çariranta tuwi, tan langgeng ika,
mapasaha mara don iking paneoadadi, haywa tinucap ikang len (Sarasamuscaya,
35. 487).
Artinya;
Tidak ada yang
kekal yang dinamakan pertemuan itu, yang bertemu satu dengan yang lain; yang
tidak bertemu satu dengan yang lain, semuanya itu tidak kekal, bahkan
hubunganmu dengan badanmu sendiripun tidak kekal, pasti akan berpisah dari
badan; tangan, kaki, dan lain-lain bagian tubuh itu, jangan dikatakan dengan
yang lain-lainnya.
Ādarçanādāpatitāh
punaçcādarçanam gatāh, na te tawa na tesām twam kā tatra paridewanā.
Keta
sakeng taya marika, muwah, ta ya mulih ring taya, sangksipta tan akunta ika,
ika tan sapa lawan kita, an mangkana, apa tojara, apa polaha (Sarasamuscaya, 35.488).
Artinya;
Katanya mereka
datang dari Taya (kenyataan yang tidak nyata), dan kemudian kembalinya lagi ke
Taya, singkatnya, bukan kepunyaanku itu, itu tidak ada hubungannya dengan
engkau, jika demikian halnya, apa yang akan dikatakan dan apa yang akan
dikerjakan.
Naste
dhane wā dāresu putre pitari mātari, aho kastamiti dhyātwā duhkhasyāpacitin
caret.
Hilang
pwa mās, māti pwang anak, rabi, bapa, ibu, ikāna telas paratra, atiçaya ta göng nikang lara, mwang dukkhaning
hati enget pwa kitan mangkana, gawahenta tikang tambāning duhkha (Sarasamuscaya, 35. 489).
Artinya ;
Kekayaan akan
habis, anak akan mati, istri, ayah, dan ibu, mereka itu semuanya telah
meninggal, maka sangat menyedihkan dan memilukan hati, bila engkau sadarkan
keadaan demikian, perbuatanmu itu merupakan obat pelipur duka.
Duhkheswanudwignamanāh
sukhesu wigatasprhah, wītaçokabha-yakrodhah sthiradhīrmunirucyate.
Sang
kinahananing kaprajñān ngaranira, tan alara yan panemu duhkha, tan agirang yan
panemu sukha, tātan kataman krodha, mwang takut, prihati, langgeng mahning juga
tuturnira, apan majñāna, muni wi ngaraning majñāna (Sarasamuscaya, 35. 505).
Artinya ;
Orang yang
disebut mendapatkan kebijaksanaan, tidak bersedih hati jika mengalami
kesusahan, tidak bergirang hati, jika mendapat kesenangan, tidak kerasukan
nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan hati, melainkan selalu tetap tenang
juga pikiran dan tutur katanya, karena berilmu, budi mulia pula disebut orang
yang bijaksana.
Mānasam
çamayet tasmāt prajñāya, gnimiwābhasa, praçānte mānase hyasya
çārīramupaçāmyati.
Matangnya
duhkhaning manah, prihen pademen ring kaprajñān, apan niyata juga hilang dening
kaprajñān, kadyangganing apuy dumilah, niyata padem nika dening wwai, padem pwa
duhkhaning manah, padem ta laranikang çarīra (Sarasamuscaya, 35. 503).
Artinya ;
Karena itu
penderitaan pikiran hendaklah diusahakan untuk dimusnahkan dengan
kebijaksanaan, sebab tentunya lenyap oleh kebijaksanaan, seperti misalnya api
yang menyala, pasti padam oleh air, jika telah musnah penderitaan pikiran,
maka lenyaplah pula sakitnya badan.
Wījāyagnyupadagdhāni
na rohanti yathā punah, jñānadagdhaistathā kleçairnātmā sampadyate punah.
Kunang
paramārthanya, hilang ikang kleçaning awak, an pinanasan ring jñāna, hilang
pwang kleça, ri katemwaning samyagjñāna, hilang tang janma, mari punarbhawa,
kadyangganing wīja, pinanasan sinanga, hilang tuwuh nika, mari masewö (Sarasamuscaya, 35. 510).
Artinya ;
Adapun maknanya
yang terpenting kecemaran badan akan lenyap, jika dilebur dengan
latihan-latihan ilmu pengetahuan, jika hilang musnah kotoran badan itu, karena
telah diperoleh pengetahuan yang sejati, maka terhapuslah kelahiran, tidak
menjelma lagi sebagai misalnya biji benihan yang dipanaskan, dipanggang, hilang
daya tumbuhnya, tidak tumbuh lagi.
Demikianlah
dapat diuraikan mengenai tingkatan dan keberadaan orang yang dapat mencapai
moksa, dan perlu diikuti dengan kesungguhan hati. Renungkanlah dalam-dalam
petikan sloka tersebut di atas, sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan hidup
ini.