seni keagamaan (Sakral dan Profan).
Dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu
di Indonesia dikenal dengan adanya lima
jenis yadnya yang disebut panca yadnya. Yang termasuk bagian-bagian dari Panca
Yajna itu antara lain; yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa
Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Pelaksanaan kelima yadnya ini bersifat wajib bagi
umat Hindu. Setiap pelaksanaan dari masing-masing yadnya itu biasanya disertai
dengan pagelaran seni keagamaan yang bersifat “sakral” Wali atau Bebali.
Disamping itu tidak jarang pula dipentaskan tari hiburan ‘profan” pada
malam harinya, dengan tujuan untuk menghibur masyarakat. Tari hiburan ini
dipentaskan setelah upacara pokok dari pelaksanaan yadnya itu dipandang
selesai.
Adapun jenis-jenis seni keagamaan yang menyertai masing-masing pelaksanaan
yadnya dari panca yadnya itu, antara lain:
a.
Seni Tari.
b.
Seni Tabuh.
c.
Seni Suara (Dharmagita).
d.
Seni Bangunan.
Terdapat perbedaan yang jelas antara seni yang
bersifat sakral dengan yang bersifat profan. Perbedaan yang dimaksud antara
lain;
a.
Seni sakral:
1.
Tidak pernah diupah atau disewa/dipertunjukkan hanya
dalam hubungannya pelaksanaan upacara keagamaan.
2.
Berfungsi sebagai pelaksana atau “pemuput” karya.
3.
Pelakunya membawa atau menggunakan alat-alat
perlengkapan upacara yang khas.
4.
Beberapa jenis seni wali ”profan” ada juga yang
mepaçupati, seperti seni tari Sanghyang, tetapi kebanyakkan karena tidak
bertujuan untuk memiliki kekuatan ghaib untuk menarik ditonton, melainkan hanya
berfungsi sebagai alat pelaksana upacara.
5.
Disebutkan ada beberapa contoh seni sacral/wali,
seperti seni; tari rejang, suara wargasari, tabuh gambang, dan bangunan
Padmasana.
b.
Seni profan :
1
Biasanya diupah atau disewa, baik dalam hubungannya
dengan upacara keagamaan atau tidak.
2
Umumnya untuk hiburan tetapi kadang-kadang karena
dipertunjukkan pada waktu karya bias juga berfungsi sebagai seni bebali.
3
Tidak mesti mempergunakan perlengkapan upacara, kecuali
bila berfungsi sebagai seni ”bebali”.
4
Pada zaman dahulu seni semacam ini kebanyakkan
dipaçupati, karena bertujuan untuk memiliki kekuatan gahib dalam rangka
mempengaruhi penonton. Jenis seni ini sekarang sangat jarang dipaçupati kecuali
“Barong dan Rangda”.
5
Contoh jenis seni mepaçupati; hampir semua seni boleh
dipaçupati, tetapi biasanya hanya Barong dan Rangda (Cudamani, hal. 7).
Demikian dapat diuraikan secara
singkat perbedaan antara seni sacral dengan seni yang bersifat profan.
Sehubungan dengan pelaksanaan Panca
yajna, adapun jenis-jeni seni yang dapat mengiringinya, antara lain;
1.
Seni tari;
a.
Rejang
b.
Pendet
c.
Baris
d.
Sanghyang
e.
Bedayang Semang
f.
Tortor
g.
Gantar
2.
Seni Tabuh;
a.
Gambang
b.
Saron
c.
Selonding
d.
Gong Beri
e.
Gong Luwang
f.
Slonding
g.
Angklung