Kata Moksa
berasal dari bahasa Sanskerta, dari akar kata muc yang berarti membebaskan atau melepaskan. Moksa berarti
kelepasan, kebebasan. Dari pemahaman istilah, kata moksa dapat disamakan dengan
nirwana, nisreyasa atau keparamarthan. Moksa
adalah alamnya brahman yang sangat gaib dan berada di luar batas pikiran umat
manusia. Moksa bersifat nirguna. Tidak ada bahasa manusia yang dapat menjelaskan bagaimana sesungguhnya alam moksa
itu. Dia hanya dapat dirasakan oleh orang yang dapat mencapainya. Alam moksa
bukan sesuatu yang bersifat khayal, tetapi suatu yang benar-benar ada, karena
demikian dikatakan oleh ajaran kebenaran (agama).
Apa yang
disabdakan oleh Tuhan yang dituliskan dalam kitab suci (Veda) adalah benar
secara mutlak. Ajarannya selalu bersifat suci dan penuh kegaiban, maka dari itu
ajarannya patut dipedomani sepanjang masa. Adapun yang dimaksud dengan
kebebasan dalam pengertian moksa ialah terlepasnya atman dari ikatan maya,
sehingga menyatu dengan Brahman. Bagi orang yang telah mencapai moksa berarti
mereka telah mencapai alam Sat cit ananda. Sat cit ananda berarti kebahagiaan
yang tertinggi. Setiap orang pada hakekatnya dapat mencapai moksa, asal mereka
mengikuti dengan tekun jalan yang ditunjuk oleh agama. Jalan yang ditunjuk oleh
ajaran agama untuk mencapai moksa adalah Catur Marga Yoga. Ajaran Catur Marga
Yoga dapat ditempuh oleh semua orang dengan menyesuaikan kemampuan dirinya
masing-masing.
Sesungguhnya
jalan Catur Marga tersebut dalam prakteknya telah dilaksanakan dalam satu
kesatuan yang utuh, namun dengan meletakkan satu penonjolan tertentu dari
jalan-jalan tersebut. Seseorang yang menempuh jalan bhakti marga yoga juga
telah melakukan marga yoga yang lainnya, tetapi dalam porsi yang lebih kecil,
demikian pula yang lainnya. Moksa itu dapat dicapai di dunia ini artinya
semasih kita hidup. Dan dapat pula dicapai setelah hidup ini berakhir.
Kebebasan alam sorga dan neraka yang dicapai oleh seseorang yang ada dalam
ajaran agama Hindu, bukanlah merupakan tujuan hidup yang tertinggi. Karena
konsep alam sorga dan neraka hanya merupakan penomena yang dialami oleh atma
seseorang bersama karma phalanya masing-masing pada waktu hidupnya di dunia.
Dalam kehidupan di dunia dapat menumbuhkan adanya rasa cinta dan keinginan yang
berlebihan, yang semuanya itu dapat menyebabkan seseorang menjadi terikat.
Bila
seseorang menyadari hal ini maka akan tumbuhlah dalam dirinya usaha untuk
melepaskan diri yang sejati dari keterikatan itu. Upaya dan usaha melepaskan
diri secara sadar inilah dapat mengantarkan manusia menuju moksa. Ketidak-sadaran
dengan keterikatan dapat menumbuhkan penderitaan yang berkepanjangan. Agama
mengajarkan ada banyak usaha yang dapat ditempuh untuk mewujudkan semuanya itu.
Diantara usaha-usaha itu antara lain ; dengan berprilaku yang baik,
berdana-punya, beryajna, dan tirthayatra. Usaha itu dapat dilakukan secara
bertahap dan didasari dengan niat yang baik dan suci. Dengan demikian seseorang
dapat terlepaskan dari keterikatan duniawi.
Orang yang
dapat membebaskan dirinya (pikiran dan perasaannya) dari ikatan keduniawian
serta pengaruh suka dan duka yang muncul dari tri guna akan dapat mencapai
kelepasan itu, sebagaimana diungkap dalam Bhagavadgita sebagai berikut:
Brahmabhūtah prasannātmā, na
sochati na kānkshati, samah sarveshu bhūteshu, madbhaktim labhate param (Bhagawadgita, XVIII.54).
Artinya ;
Setelah
menjadi satu dengan Brahman jiwanya tentram, tiada dhuka tiada nafsu-birahi,
memandang semua mahluk-insani sama, ia mencapai pengabdian kepada-Ku yang
tertinggi.
Sattvam sukhe
sanjayati, rajah karmani bhārata, jnānam
āvrtya tu tamah, pramāde sanjayaty uta (Bhagavadgita XIV.9)
Artinya;
Sattwa mengikat
seseorang dengan kebahagiaan, rajas dengan kegiatan tetapi tamas, menutupi budipekerti oh Barata,
mengikat dengan kebingungan.
Yadā sattve pravrddhe tu, pralayam
yāti dehabhrit, tado ’ttamavidām lokan,
amalān pratipadyate (Bhagavadgita XIV. 14)
Artinya
;
Apabila sattva berkuasa dikala penghuni-badan bertemu
dengan kematian maka ia mencapai dunia suci tempat mereka, para yang
mengetahui.
Bhaktyā
tv ananyayā sakya, aham evamvidho ‘rjuna, jnātum drashtum cha tattvena
praveshtum cha paramtapa (Bhagawadgita,
XI.54)
Artinya
;
Tetapi dengan pengabdian jua yang hanya terpusatkan, oh
Arjuna Aku dapat diketahui juga sesungguhnya dapat dilihat, Parantapa.
Pembebasan diri dari pengaruh tri guna adalah usaha yang
sangat berat, tetapi pasti dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada
disiplin. Renungkanlah sloka di atas bila ingin mencapai alam moksa. Penghayatan dan pengamalan semua bentuk
ajaran agama dalam hidup ini merupakan wujud konkrit dari pengamalan sabda
Tuhan yang ada dalam pustaka suci. Lakukan pemujaan dan kerja sebagaimana mestinya
guna mewujudkan bhakti kita kepada Tuhan. Tanamkanlah keyakinan pada diri kita
bahwa segala sesuatu berawal dan berakhir pada Tuhan. Segala sesuatu tidak
mungkin akan terjadi tanpa Beliau ikut di dalamnya. Semua makhluk akan dapat
mencapai moksa, hanya saja proses yang dilalui satu sama lain berbeda. Ada yang
cepat dan ada pula yang lambat dan sebagainya. Bila
seseorang dapat mengurangi sifat egoisnya terhadap sesuatu dan mengarahkan
pikiran dan perasaannya pada Tuhan, maka secara perlahan-lahan dan pasti akan
dapat menyatu dengan Brahman.
Tujuan utama hidup manusia adalah untuk menyadari dirinya
yang sejati. Setelah orang menyadari
dirinya yang sejati barulah ia dapat menyadari Tuhan yang meresap dan berada
pada semua yang ada di alam semesta ini. Dalam kehidupan nyata di dunia ini masih
sangatlah sedikit jumlah orang yang menginginkan mendapatkan kebahagiaan rohani
”moksa”, kebanyakan diantara mereka hanyut oleh kenikmatan duniawi yang penuh
dengan gelombang suka dan duka. Kiranya setiap orang perlu menyadari bahwa
tubuh ini adalah suatu alat untuk mendapatkan moksa. Moksanam sariram sadhanam yang artinya bahwa tubuh ini adalah
sebagai alat untuk mencapai moksa. Dengan demikian peliharalah tubuh ini
sebaik-baiknya. Demikian yang dikatakan dalam kitab Brahma Purana (228.45).
Read More : http://tamandharma.blogspot.com/2012/03/widya-dharma-kelas-xii.html